[Oneshoot] Wind On The Way

Author : Lee Hyura

Title : Wind on The Way

Genre : Romance, fluff

Rating : PG 13

Length : Oneshoot

Cast :

–          Yoon Aerin (OC)

–          Lee Hana (OC)

–          Kang Minhyun (OC)

–          EXO Kai

–          EXO Sehun

–          EXO Baekhyun

–          F(x) Sulli

Note : ff ini ada hubungannya sama ff You and I makanya ada beberapa scene yang diambil dari You and I ^^

 

=== Wind on The Way ===

 

Aerin mendesah pelan. Sekolah baru. Teman baru. Cara pergaulan baru. Semuanya harus dilakukan dari nol lagi. Dia merasa ini sedikit berat. Tapi ini harus ia lakukan kalau tidak mau terpisah dari kedua orangtuanya. Aerin memang anak tunggal. Tentu saja dia sudah terbiasa dengan kedua orangtuanya.

 

“Perkenalkan, namaku adalah Yoon Aerin. Aku pindahan dari Daejeon. Salam kenal dan mohon bantuannya,” kata Aerin dengan volume yang lumayan keras lalu membungkukkan badan.

 

“Ada pertanyaan?” tanya Goo sangsaenim.

 

Seseorang mengangkat tangannya. “Berapa nomor teleponmu?”

 

Murid lainnya langsung bersorak sambil menimpukkan sesuatu kepada sang siswa yang bertanya itu. Aerin hanya tersenyum tipis. Langkah pertama yang bagus!

 

>>>

 

Aerin menatap lembaran yang diberikan oleh Goo sangsaenim tadi dengan wajag bingung. Lembar ekstrakulikuler. Dia harus mengikuti setidaknya satu ekskul. Tapi klub apa yang paling menarik?

 

“Ada yang bisa ku bantu?” seorang gadis manis bertanya dengan hangat kepadanya. Gadis itu duduk tepat di sampingnya.

 

Aerin mendongak lalu mengerjap. “Mungkin membantuku mengenal semua klub di sekolah ini?”

 

“Terlalu banyak. Tapi aku bisa menyeleksi klub mana yang cocok untukmu. Mau memulainya dari sekarang?” serunya.

 

Aerin melirik jam tangannya. “Eoh, sudah jam istirahat sekarang! Oke, ayo mulai dari sekarang. Omong-omong, siapa namamu?”

 

“Hana. Lee Hana imnida.”

 

>>>

 

“Ini klub photography. Mereka sudah berhasil memenangi banyak perlombaan. Lihat saja! Semua kamera di lemari itu adalah hadiahnya. Banyak, kan?” jelas Hana sambil menunjuk lemari kamera itu. “Dan ini adalah klubku!” tambah Hana bangga.

 

“Eoh, Hana-ssi!” seru seorang gadis manis lainnya dari arah belakang mereka.

 

“Minhyun sunbae! Tumben kau tidak bersama Sulli sunbae,” balas Hana.

 

Minhyun tersenyum tipis. “Dia sedang sibuk dengan rapat kelasnya untuk acara akhir tahun nanti.”

 

“Wah, dia ikut? Tumben sekali,” cibir Hana.

 

Minhyun mengangguk. “Karena dipaksa oleh Sehun. Oh ya, maaf aku harus mengunci pintu klub sekarang.”

 

“Kami juga sudah mau pergi kok. Gamsahamnida,” kata Aerin.

 

Aerin dan Hana membungkuk lalu pergi dari depan ruang klub itu.

 

“Tadi adalah wakil ketua klub kami. Dia di tahun kedua. Sehun sunbae adalah ketuanya. Dia di tahun akhir. Dan Sulli sunbae adalah sekertarisnya. Ia sekelas dengan Sehun sunbae dan tentu saja dia adalah murid tahun terakhir. Mereka bertiga sangat terkenal di sekolah ini. Tapi aku paling menyukai Minhyun sunbae. Dia sangat sabar menghadapi Sulli sunbae yang selalu mengikutinya kemana pun!” jelas Hana lalu tertawa geli.

 

Diikuti kemanapun?, Aerin tertawa memikirkannya.

 

>>>

 

Aerin mengerang kesal. Dia paling benci jika sudah ditarik pergi untuk belanja oleh ibunya. Baru saja ia menginjakkan kaki di lantai rumahnya, ibunya sudah datang dan mengiring dia ke kamarnya untuk berganti pakaian. Jika sudah seperti ini, pasti ia baru bisa menikmati kasurnya sekitar 3 jam lagi. Aerin meniup poninya gemas.

 

“Aerin-ah, kau jangan jauh-jauh dari umma! Kalau anak Daejeon sepertimu tersesat di Seoul, bagaimana?” omel ummanya.

 

“Ne~~”

 

Aerin menyahut malas. Dia berlari dan memeluk tangan ibunya itu. Kawasan Myungdeong memang ramai seperti yang dikatakan oleh para presenter TV. Aerin mulai berharap ia bisa melihat artis yang sedang menyamar berjalan-jalan disana. Aerin memakai topi pun dengan maksud agar dikira artis. Tapi sepertinya itu sama sekali tidak berguna.

 

Tiba-tiba Aerin tersadar bahwa dia terpisah dari ibunya. Kini dia sudah berada diluar area pasar. Dia mengeluarkan handphonenya dan mencoba menelepon ibunya tapi tidak diangkat. Langit mulai mendung. Angin menghembus dengan kencang. Topinya itu tertiup angin. Aerin segera mengejarnya.

 

Tiba-tiba seseorang mendorong tubuhnya. Lalu memaki-makinya. Aerin tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Yang pasti yang ia tahu, dia hampir saja tertabrak oleh motor. Dan satu lagi! Pria dihadapannya sangatlah menyeramkan!

 

“Hei, Kim Jongin! Berhenti memarahinya! Lihat wajahnya sampai pucat~” celetuk temannya.

 

Pria yang dipanggil Kim Jongin itu hanya mendengus lalu pergi.

 

Next day.

 

“Aerin-ssi, sudah menentukan pilihan?” tanya Hana saat melihat Aerin sedang terduduk di kursinya sambil membaca buku.

 

Aerin mendongak. Dia menggumam sejenak lalu mengangguk. “Aku ikut klubmu saja. Setidaknya aku sudah memiliki seseorang yang ku kenal disana.”

 

“Yey!” Hana bersorak sambil memeluk Aerin erat.

 

“Hana-ssi, sesak..”

 

>>>

 

“Wah, dia galak sekali,” tanggap Hana akan cerita Aerin.

 

Mereka sedang dalam perjalanan menuju ruang klub photography karena klub itu mengadakan rapat untuk acara festival sekolah yang akan digelar.

 

Aerin meniup poninya lemas. “Begitulah. Kalau tidak salah, namanya adalah Kim Jongin. Temannya meneriakan nama itu kepadanya.”

 

“Kim Jongin? Seperti nama salah satu seniorku,” gumam Hana.

 

“HEH?!”

 

Hana berhenti saat merasa Aerin berhenti berjalan. Hana menatap wajah pucat Aerin dengan bingung. Tak lama dia tertawa.

 

“Tenang saja, Kim Jongin di klubku itu sangat berbeda dengan Kim Jongin di pasar itu! Kim Jongin kami itu bodoh dan konyol. Sama sekali tidak mengerikan. Tapi dia sering bertingkah judes juga sih,” kata Hana.

 

“Kau yakin?”

 

“Yakin 100%!”

 

Hana menarik tangan Aerin berlari ke ruang klubnya. Dia membuka pintu dan menyapa semua orang yang ada disana. Semua orang di ruangan itu sedang sibuk menggoda Minhyun dan Sehun. Tapi mata Aerin tertuju pada seorang pria berkulit agak gelap.

 

“Kim Jongin! Itu dia! Aduh..” gumam Aerin panik.

 

Hana menoleh. “Hah? Apa yang kau katakan tadi?”

 

Aerin menggeleng cepat sambil menundukkan kepala. Hana tidak mau ambil pusing. Dia menarik Aerin ke dalam ruangan untuk memperkenalkannya kepada anggota klub yang lain. Tapi sial bagi Aerin, dia terselengkat kaki kursi. Lututnya membentur lantai keras. Aerin mengaduh keras.

 

Jangan didepan banyak orang…, lirih Aerin dalam hati. Terlambat. Kakinya sudah mati rasa sekarang karena malu dan tegang.

 

“Aerin-ssi, gwencana?” panik Hana.

 

Semuanya langsung mengerubungi Aerin. Aerin tidak bisa menahan tangisnya. Air matanya mengalir deras. Dia tidak bisa mengatakan apapun. Tiba-tiba seseorang mengangkat tubuhnya dan membawanya keluar ruangan. Aerin menatap orang itu takut-takut. Kim Jongin.. benarkah?

 

>>>

 

“Sudah ku bilang, kan, kalau Kim Jongin kami jauh lebih baik?” seru Hana.

 

Aerin hanya terdiam sambil tersenyum tipis. Kepalanya masih terasa pusing akibat kejadian tadi. Dia dibopong oleh seorang Kim Jongin, pria Seoul pertama yang membuatnya gemetar takut. Wajahnya yang ditundukkan itu bersentuhan langsung dengan lehernya hingga membuat Aerin dapat mencium wangi lembut parfum pria itu.

 

Jongin tidak mengatakan banyak hal. Hanya bertanya apa dia bisa berjalan atau tidak. Aerin menjawabnya dengan gelengan kepala. Dia tidak berani berkata apapun. Dan sepertinya Jongin mengerti. Jongin tidak mengatakan apapun lagi sampai mereka sampai di ruang kesehatan sekolah.

 

“Aerin-ssi, kau mendengarku?” tanya Hana sedikit mendesis kesal.

 

Aerin menatap Hana kosong. “Ne?”

 

Hana mendesah pelan. “Ani. Istirahat saja. Aku sudah memanggil orangtuamu. Sebentar lagi mereka datang untuk menjemputmu. Aku harus kembali ke klub untuk rapat.”

 

“Ne, gomawo,” sahut Aerin.

 

Tapi saat Hana bangkit, Aerin menggenggam ujung seragam Hana erat tanpa berani menatap Hana.

 

“Hana-ssi, itu.. Kim Jongin itu.. dia adalah pria Seoul yang mengerikan itu..”

 

•••

 

Dancer?” ulang Aerin bingung sambil tetap menyalin apa yang ada di papan tulis ke buku tulisnya.

 

“Ne. Jongin sunbae itu seorang dancer,” bisik Hana.

 

“Lalu apa urusannya denganku?” sahut Aerin berbisik.

 

“Mungkin kau tertarik dengannya.”

 

“Sudah ku bilang. Aku takut padanya. Bukannya tertarik.”

 

“Tapi kan mungkin saja—“

 

“Lee Hana, ada apa? Mau berbagi cerita dengan kami?” teriak Hong sangsaenim.

 

Hana langsung menggeleng mantap. “Eobseoyo, sangsaenim!”

 

“Kalau begitu, berhenti mengganggu Aerin!” omel Hong sangsaenim.

 

Hana mengangguk cepat karena takut. Aerin hanya terkekeh pelan.

 

“Hari ini ada rapat lagi,” bisik Hana lagi.

 

“Lee Hana!!”

 

“Jwosonghamnida, sangsaenim!”

 

>>>

 

Aerin melihat kening sang ketua mengkerut saat mendengar apa kata salah satu anggotanya. “Sulli dan Minhyun tidak datang lagi?”

 

“Begitulah. Sepertinya mereka punya rencana sendiri,” cibir Jongin.

 

“Bukan. Tapi Sulli yang punya rencana. Sedangkan Minhyun ikut karena paksaan Sulli. Minhyun memang tidak bisa berkata tidak, kan, kepada Sulli?” ralat Chaerin lalu terkekeh.

 

Sehun mengangguk pelan. “Yah begitulah..”

 

“Ayo mulai rapat tanpa mereka. Jam 7 malam nanti, aku ada kelas tambahan,” cetus Chaerin.

 

Kelas tambahan di sore atau malam hari memang sudah biasa bagi para murid menengah atas itu. Tidak sedikit murid yang harus keluar dari dari sekolah sekitar jam 10 malam. Tapi begitulah kenyataannya.

 

Aerin hanya terdiam sambil menundukkan kepala disamping Hana yang asik bercanda di tengah rapat itu dengan para senior lainnya karena hanya mereka berdua yang masih di tahun pertama. Entah apa yang terjadi hingga hanya mereka berdua. Padahal Hana bilang bahwa klub itu terkenal dan eksis di sekolah itu. Selalu dipanggil untuk mengdokumentasikan acara-acara sekolah.

 

“Aku dengan Aerin!” celetuk Hana tiba-tiba yang membuat Aerin mendongak bingung.

 

Mereka sedang membicarakan apa?, pikir Aerin.

 

“Tidak bisa. Aerin bukan anggota lama klub ini. Dia perlu bimbingan. Dia denganku dan Sulli saja,” kata Sehun.

 

“Untuk apa hanya berkeliling kelas tahun pertama dengan 3 anggota, ketua?” cibir Jongin.

 

Sehun terkekeh. “Oh ya kau benar. Lagipula dengan Sulli saja itu sudah cukup menyusahkanku. Aerin dengan Minhyun dan Jongin saja. Bagaimana?”

 

Aerin terbatuk mendengarnya. Semua perhatian tertuju padanya. Hana yang ada disampingnya pun menepuk punggungnya sambil menatapnya prihatin. Mimpi buruk Aerin baru saja dimulai.

 

•••

 

Aerin dan salah satu laki-laki yang sekelas dengannya ditugaskan untuk mengambil bola basket di gudang olahraga sekolah. Aerin memanggilnya Hyukmin. Cho Hyukmin. Mereka melewati sebuah ruangan untuk menuju gudang olahraga itu. Tanpa sadar, Aerin berhenti dan mengintip isi ruangan itu saat melihat sosok yang tidak asing baginya. Tiba-tiba ia teringat kata-kata Hana beberapa hari yang lalu.

 

“Jongin sunbae adalah seorang dancer utama di klub dancenya.”

 

Aerin bisa melihat gerakan Jongin yang terlihat indah didepan dinding kaca itu. Dan entah sejak kapan, jantungnya berdetak kencang melihatnya.

 

“Aerin-ssi! Kenapa ada disana? Bantu aku!” teriak Hyukmin.

 

Aerin langsung menutup pintu ruangan itu keras dan berlari menghampiri Hyukmin. Aerin masuk ke dalam gudang olaharaga bertepatan dengan Jongin melirik kondisi diluar ruangannya karena kaget akibat pintu yang tertuju tiba-tiba. Tapi tidak ada siapapun.

 

“Angin mungkin,” gumamnya santai.

 

>>>

 

“Kali ini kita rapat di rumah Chaerin sunbae sekaligus merayakan ulang tahunnya,” jelas Hana saat Hana membawanya ke lapangan parkir sekolah.

 

“Eh? Kalau begitu, kita ke halte dong harusnya?” bingung Aerin.

 

“Tidak usah. Kita ikut dengan para senior yang membawa kendaraan saja,” sergah Hana sambil tersenyum lebar.

 

Tak lama, para senior lain pun berdatangan. Dan seperti biasa, tanpa sang wakil ketua dan sekertaris. Aerin semakin penasaran dengan sosok Sulli yang sering dibicarakan oleh teman-temannya namun belum pernah ia lihat. Dipikirannya, Sulli terlihat cantik dengan rambut indah namun berwajah arrogant.

 

“Kau, kau, kau, kau dan.. kalian berdua ikut dengan mobil Chaerin!” atur Sehun.

 

Hana menarik Aerin menghampiri Chaerin lalu becanda ringan sebelum masuk ke dalam mobil Chaerin.

 

Aerin menatap keluar jendela sambil melihat ‘siapa’ dengan ‘siapa’. Matanya tertuju pada Jongin yang kini sudah diatas motornya yang sudah dinyalakan. Seorang seniornya duduk dibelakang Jongin. Gadis itu… berhasil membuat Aerin merasa panas di dadanya.

 

“Aerin-ssi, kau masih trauma dengan Jongin sunbae?” tanya Hana yang ternyata sedari tadi mengikuti arah pandangan Aerin.

 

Aerin menggeleng gugup.

 

>>>

 

Aerin melirik jam tangannya. Sudah jam 11 malam. Matanya juga sudah mulai berat. Ingin rasanya dia pinjam pintu kemana saja milik Doraemon agar dia bisa sampai di kamarnya dalam sedetik. Tapi sayang itu tidak mungkin.

 

“Hana-ssi, kau pulang dengan siapa?” tanya Aerin.

 

“Aku sudah dijemput,” jawab Hana.

 

Aerin mendesah lega. “Aku ikut!”

 

“Tapi kakakku menjemputku dengan motor, Aerin-ssi. Mianhae.”

 

Aerin mendesah kecewa. Dia ingin menangis karena bingung memikirkan caranya pulang. Handphonenya mati dan dia tidak mengerti tentang bus. Dia hanya tahu bus dari halte dekat rumahnya menuju halte sekolah ataupun sebaliknya.

 

Tiba-tiba seseorang menarik tangannya agar ia berbalik. Aerin terbelalak saat sadar itu adalah Jongin. Jongin hanya mengangkat alisnya saat melihat wajah tegang Aerin.

 

“Aku hanya ingin menawarkan tumpangan pulang. Ku lihat hanya kau yang belum mendapat tumpangan pulang. Dan ku dengar kau baru di kota ini. Daripada tersesat, lebih baik pulang denganku, kan?” jelas Jongin.

 

Aerin tersadar. Dari pertama kali Aerin melihat Jongin di sekolah, dia tidak pernah melihat sosok garang seorang Kim Jongin di kawasan Myungdeong itu. Mungkin ada sesuatu yang membuat Jongin sangat marah namun sebenarnya dia baik, seperti kata Hana. Mungkin..

 

“Ah, ne.. gomawo, sunbae. Aku memang sedang bingung memikirkan cara pulang,” jawab Aerin.

 

“Memang rumahmu dimana?”

 

“Di kawasan Jungdo.”

 

“Satu arah denganku!”

 

>>>

 

Aerin mengatur nafasnya. Jantungnya kini seperti ingin melompat keluar dari tempatnya. Aerin juga masih sibuk menahan tubuhnya agar tidak bersentuhan dengan Jongin yang sedang menyetir motornya itu. Aerin menggigit bibirnya kuat. Dia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Beberapa kali Jongin mencoba membuat pembicaraan dengannya namun ia tidak menjawab.

 

Setelah berhasil menenangkan dirinya, dia mengangkat kepalanya. Malam itu terasa terang akibat cahaya bulan purnama. Aerin menutup matanya sambil meruntuk kesal.

 

Bulan purnama? Astaga, drama sekali!! Aaaa!!!! Kenapa belum juga sampai? Lama sekali! Aaaaa!!!, paniknya. Tenang, Aerin. Kau bisa! Ayo tenang! Jangan dipikirkan!

 

“Lurus atau belok?” tanya Jongin.

 

Aerin melirik ke sekitarnya. Dia mengenali tempat itu. Dia sudah berada di dekat rumahnya. Perasaan lega dan kecewa bercampur menjadi satu. Dia tidak menjawab apapun. Jongin mengerem motornya mendadak lalu kembali ke kecepatan semua, membuat Aerin sadar dan reflek memeluk Jongin. Kini Aerin merasa tubuhnya benar-benar panas.

 

“Lurus atau belok?” tanya Jongin lagi dengan nada kesal.

 

“B-belok!”

 

Motor itu berbelok. Perlahan, Aerin melepaskan pelukannya dan kembali ke posisi semula. Dia mengepalkan tangannya kuat. Padahal dia ingin memeluk Jongin lebih lama. Aerin menepuk wajahnya saat sadar dia sedang berharap akan sesuatu yang memalukan.

 

Kau memalukan, Aerin!, omelnya dalam hati.

 

“Dimana rumahmu?” tanya Jongin.

 

“Ah, aku turun disini saja,” kata Aerin cepat.

 

Motor itu berhenti mendadak dan membuat tubuh mereka kembali saling terbentur. Aerin langsung turun. Namun tangannya di tahan oleh Jongin.

 

“Kau yakin? Tidak mau ku antar sampai rumah?” tanya Jongin memastikan.

 

Aerin menggeleng cepat. “Tidak usah. Gamsahamnida, sunbae.”

 

Aerin membungkuk cepat lalu berbalik. Tapi tangannya ditarik oleh Jongin.

 

“Kau yakin? Gang itu gelap sekali. Lebih baik aku antar sampai rumah,” kata Jongin.

 

Aerin melepaskan tangannya. “Tidak perlu. Aku akan baik-baik saja. Sampai bertemu besok, sunbae!”

 

Aerin langsung berlari pergi. Saat ia merasa cukup, dia melirik ke belakang. Dia kira Jongin masih keras kepala memaksanya untuk diantar sampai rumah. Tapi yang ia lihat hanya lah motornya yang digas kencang. Aerin mendesah berat. Dia menatap ke depan. Memang sangat gelap.

 

“HUA, MENGERIKAN~~” teriaknya sambil kembali berlari ke rumahnya.

 

•••

 

Sejak malam itu, hubungan Aerin dan Jongin semakin dekat. Mereka sambil menggoda satu sama lain. Becanda dan tertawa. Tak jarang, Jongin mengajari dia cara menggunakan kamera atau gerakan tari yang mudah.

 

Ini pertama kalinya Aerin melihat sosok Sulli. Sulli mencubit pipinya gemas. Dan Aerin pikir tidak ada salahnya jika mendekatkan diri kepada Sulli. Saat Sulli sedang membuka data klubnya, Aerin duduk disampingnya dan ikut menilik isinya. Matanya tertuju pada nama Kim Jongin. Disana ada alamat dan tanggal kelahiran pria berkulit gelap itu.

 

Sebentar lagi ulang tahunnya. Apa perlu ku beri hadiah?, pikirnya.

 

•••

 

“Mwo?” pekik Hana tak percaya.

 

Aerin mendengus kesal saat melihat Hana sedang tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutnya. Dia menyesal telah mengajak Hana ke rumahnya dan memberitahunya tentang perasaannya terhadap Jongin.

 

“Kau tidak becanda, kan, Aerin-ssi?” tanya Hana memastikan.

 

Aerin hanya mengangguk lemas. “Dan aku butuh kau mencari tahu soal kesukaannya. Sebentar lagi ulangtahunnya. Aku ingin memberikannya hadiah.”

 

“Baik, kapten! Itu mudah bagiku. Bagaimana kau memberikannya? Langsung kepadanya atau bagaimana?”

 

Aerin terdiam sejenak. “Mungkin akan ku kirim ke rumahnya. Aku tidak berani memberikannya langsung. Dan jika ke taruh di mejanya, pasti akan tercampur dengan kado yang lain, kan? Ku dengar banyak yang menyukainya juga.”

 

“Oh.. kau kau tahu rumahnya?”

 

“Tidak.. itu yang ku pikirkan sekarang.”

 

“Tenang saja. Aku tahu. Aku tetangganya.”

 

Aerin menatap Hana tak percaya. “Gomawo~”

 

•••

 

Aerin sudah siap dengan kadonya yang terbungkus indah. Dia dan Hana keluar dari rumah Hana menuju rumah Jongin. Tapi saat di tikungan terakhir, Aerin berhenti. Hana menatapnya bingung.

 

“Aku titipkan padamu, ya? Ku mohon~ ya? Ya? Ya?” mohon Aerin.

 

Hana menggeleng mantap. “Shireo!”

 

“Hana-ya~” rengek Aerin.

 

Senyuman Hana merekah. Itu pertama kalinya Aerin memanggilnya akrab. Akhirnya Hana setuju. Aerin menunggunya di tikungan itu. Ternyata cukup lama Hana pergi. Hana kembali dengan wajah frustasi, membuat Aerin penasaran.

 

“Wae? Apa yang terjadi?” tanya Aerin sambil berjalan pulang.

 

“Kau tahu? Aku hanya tahu blok rumahnya. Jadi aku bertanya pada anak kecil. Eh ternyata rumah tepat di depan aku berdiri!” kata Hana.

 

Aerin menutup mulutnya untuk menahan tawa.

 

“Aku mengucapkan salam. Keluarlah ummanya. Ummanya bertanya soal pemberi kado itu. Ku bilang itu rahasia. Lalu keluar noonanya. Terakhir keluar appanya. Aku diinterogasi oleh 3 orang! Tapi anehnya Jongin sunbae tidak keluar,” lanjut Hana.

 

Aerin merengut bingung. Kemana Jongin? Kenapa tidak ikut keluar?

 

“Tapi kau tidak bilang apa-apa soal kado itu, kan?” selidik Aerin.

 

Hana menggeleng. “Tenang saja. Aku menepati janjiku kok.”

 

Tiba-tiba suara klakson motor mengagetkan mereka. Mereka berbalik badan. Ternyata mengetahui orang yang mengklakson mereka jauh lebih mengagetkan mereka. Jongin lah orangnya.

 

“Hana-ssi? Aerin-ssi? Kenapa kalian ada disini?” tanya Jongin bingung.

 

“Kau mengikuti kami, ya?!” tuduh Hana untuk mengalihkan pembicaraan.

 

Jongin mengangguk polos. “Karena aku penasaran kenapa kalian ada disini.”

 

“Sunbae dari mana?” tanya Aerin gugup.

 

Jongin tersenyum. “Dari rumah Sehun untuk mengerjakan tugas. Kau darimana? Rumahmu bukan disini, kan?”

 

Aerin meringis pelan. “Begitulah.”

 

“Tunggu! Aku pulang sebentar untuk menaruh tas. Setelah itu ku antar kalian pulang!” kata Jongin cepat.

 

“G-geundae—sunbae!”

 

Terlambat. Jongin sudah pergi ke rumahnya. Aerin melirik Hana yang terlihat semakin frustasi.

 

“Kenapa aku harus berada diantara kalian? Kenapa aku harus berada di posisi ini? Tuhan, bantu aku!” lirih Hana agak keras.

 

Hana terduduk di tengah jalanan yang sepi itu dengan wajah frustasi. Aerin meringis melihatnya.

 

“Hana-ya, kau ingin menjadi pemain drama, ya?” tanya Aerin ragu. “Kau cocok.”

 

“Tuhan, bantu aku!” teriak Hana.

 

Aerin mendengus pelan. “Jangan berlebihan, Hana-ya! Jangan duduk di tengah jalan. Kau bisa mati ditabrak mobil!”

 

“Biarkan aku mati asal tidak berada di posisi ini,” sahut Hana.

 

Aerin menepuk wajahnya. Kini dia benar-benar merasa berada didalam drama murahan. Dia melepaskan tangannya saat mendengar suara motor. Jongin sudah datang.

 

“Hana-ssi, apa yang kau lakukan di tengah jalan?” tanya Jongin bingung.

 

Hana langsung bangkit dan menyengir lebar. “Eobseoyo…”

 

“Ayo naik, ku antarkan kalian berdua,” kata Jongin.

 

“Tidak perlu! Itu rumahku,” tolak Hana sambil menunjuk rumahnya. “Aku pulang dulu. Bye!”

 

Aerin menatap kepergian Hana dengan lemas. Itu artinya dia hanya sendiri dengan Jongin. Jongin sudah menatapnya seakan menyuruhnya naik. Mau tak mau, Aerin naik. Roda motor itu pun mulai berputar. Aerin tersadar satu hal. Jongin selalu mengebut, tak peduli siapa yang menumpang. Kecuali Aerin. Kecepatan motor itu selalu standar.

 

Bolehkah aku berharap?

 

>>>

 

“Sudah makan?” tanya Jongin tiba-tiba.

 

Aerin tersadar. Sedari tadi otaknya kosong. Seperti pertama kali Jongin mengantarkannya pulang. “Belum.” Dia menjawabnya tanpa sadar. Dia jujur. Dia memang belum makan dari siang.

 

“Ayo kita makan dulu!” seru Jongin.

 

“Eh?”

 

Aerin menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Dia menyesal sudah menjawab itu.

 

“Tidak perlu. Aku harus segera pulang, sunbae. Cukup antarkan aku pulang sekarang!” mohon Aerin.

 

Tapi sepertinya tidak didengar oleh Jongin. Buktinya Jongin tetap menuju tempat yang biasanya banyak orang-orang berjualan makanan.

 

>>>

 

“Sunbae, aku pulang dengan bus saja deh kalau sunbae tidak mau langsung mengantarkanku pulang,” ancam Aerin.

 

Tapi Jongin tidak peduli. Jongin malah menyuruh Aerin diam di motornya dan membiarkan Jongin yang membelinya. Aerin berjalan bulak-balik karena panik saat melihat sosok Jongin sudah menghilang. Bahkan ia tidak peduli dengan orang-orang yang sedang menatapnya bingung.

 

Akhirnya dia memutuskan untuk mendatangi Jongin yang ternyata masuk ke salah satu restoran cepat saji.

 

“Sunbae, ayo pulang sekarang. Sudah malam! Rumahku kosong!” pinta Aerin.

 

“Kau mau memesan apa, Aerin-ssi?” tanya Jongin tanpa memperdulikan permintaan Aerin.

 

“Aku pulang sendiri deh! Terima kasih sudah diantar sampai sini,” kata Aerin cepat.

 

“Eh tunggu! Makan dulu baru ku antar pulang!” larang Jongin.

 

Aerin menggeleng cepat. “Aku mau pulang sekarang!”

 

“Jebal? Semua orang sudah memperhatikan kita sekarang..”

 

Aerin melempar pandangan ke sekelilingnya. Benar. Mereka jadi pusat perhatian. Sepertinya ucapan Aerin terlalu keras. Wajah Aerin memerah. Jongin tertawa melihatnya. Aerin hanya menggembungkan pipinya kesal lalu memukul tangan Jongin.

 

>>>

 

“Sampai sini saja,” kata Aerin.

 

“Disini lagi? Kau yakin tidak mau ku antar sampai rumah?” tanya Jongin memastikan.

 

Aerin mengangguk mantap. “Yakin 100%! Sekarang sunbae pulang! Dan terima kasih atas tumpangan dan makanannya.”

 

Jongin mengacak rambut Aerin lembut lalu memutar motornya dan pergi meninggalkan Aerin yang hanya terdiam sambil menyentuh kepalanya dengan wajah merah padam.

 

“Oh ya, Aerin-ssi! Kenapa aku tidak boleh mengantarkanmu sampai ke rumahmu?” tanya Jongin tiba-tiba.

 

“K-karena.. rahasia!” seru Aerin asal.

 

“Bagaimana jika aku ingin tahu?”

 

“Cari tahu sendiri!”

 

“Dan jika aku tahu, aku boleh meminta satu hal, kan?”

 

“Boleh..” Aerin menepuk bibirnya. “M-maksudku tidak bo—“

 

“Deal kalau begitu! Aku akan mencari tahu rumahmu dan kau harus bersiap dengan permintaanku.”

 

>>>

 

“Kau darimana saja?” selidik ummanya saat Aerin sedang mengganti sepatunya dengan sendal rumah.

 

“Dari rumah Hana.”

 

“Sampai malam begini?”

 

“Ini Seoul, umma.. pantas kalau pulang malam untuk mengerjakan tugas, kan?” balas Aerin.

 

“Selalu malam?!” nada suara ummanya naik.

 

“Umma tidak suka? Harusnya umma jangan memasukkanku ke sekolah bagus seperti sekolahku ini! Karena pasti memberikan tugas adalah salah satu aturan wajib para guru!” sungut Aerin.

 

“Aerin! Kau berani membentakku?”

 

Aerin tersadar. Dia menunduk. “Mianhamnida.”

 

“Masuk ke kamarmu! Kau dilarang mengikuti festival sekolah!”

 

Aerin menatap ibunya tak percaya. Padahal festival sekolah adalah hari yang ia tunggu. Dia berada di tim yang sama dengan Jongin. 3 hari lagi adalah hari besar baginya. Tapi dihancurkan begitu saja oleh ibunya. Aerin berlari ke kamarnya dan membanting pintu.

 

“Aerin-ah!!”

 

•••

 

“Begitulah.. aku dilarang pergi oleh orangtuaku. Mianhae. Ucapan permintaan maafku kepada anggota lainnya. Terutama kepada Jongin sunbae dan Minhyun sunbae,” kata Aerin.

 

Hana hanya menggumam sebagai balasannya. Hubungan telepon itu pun terputus. Aerin mengubur wajahnya di bantalnya. Sudah seharian penuh dia tidak keluar dari kamarnya. Ini terasa berat baginya. Disaat dia sudah berharap besar, harapan itu dihancurkan begitu saja.

 

“Aerin-ah, buka pintunya!” teriak ibunya.

 

Aerin hanya menutup telinganya. Tiba-tiba handphonenya berdering. Dari nomor tidak dikenal. Aerin tetap mengangkatnya.

 

“Yoboseyo..” sapa Aerin.

 

“Aerin-ssi~”

 

Aerin langsung menutup telepon itu saat sadar bahwa suara itu adalah suara Jongin. Aerin meruntuk pelan sambil mengetuk kepalanya gemas. Tiba-tiba handphonenya bergetar. Sebuah pesan masuk.

 

From : 028472

 

Terima kasih untuk hadiahnya. Aku menyukai earphonenya 😀

 

“B-bagaimana dia tahu itu dariku?!!” pekik Aerin kaget.

 

•••

 

“Apa? Aerin dilarang mengikuti festival sekolah?” ulang Jongin.

 

Hana mengangguk. “Iya.”

 

“Biar aku yang mengatakannya kepada Minhyun.”

 

Hana mengernyit. “Memang Minhyun sunbae kemana?”

 

“Dia pergi dengan pacarnya,” jawab Jongin.

 

“Sehun sunbae?”

 

“Tidak. Orang lain. Aku juga tidak kenal. Sepertinya seumuran dengannya. Wajahnya manis sekali seperti perempuan!” desis Jongin.

 

Hana mengerjap lalu mengangguk pergi. Tak lama seringaian lebarnya muncul. Dia mengeluarkan handphonenya dan mengetik pesan. Dia yakin orang itu akan berteriak histeris.

 

>>>

 

“Minhyun kemana?” gumam Jongin. Padahal dia berharap Minhyun dapat merekamnya saat tampil. Dia ingin menunjukkannya pada Aerin. Sebenarnya ia sempat melihat Minhyun bertengkar dengan kelompok grup vokal sambil menggenggam tangan ‘pacar’nya itu.

 

“Oh mungkin diluar,” seru Jongin.

 

Dia langsung berlari keluar dan mencarinya disekitar gedung seni itu. Ternyata tebakannya benar. Dan sepertinya Minhyun sedang bertengkar dengan ‘pacar’nya itu. Tapi mungkin memang Jongin kurang sensitif, ia tidak peduli. Jongin tetap menghampiri mereka.

 

“Minhyun-ssi!” teriak Jongin.

 

Minhyun menatap Jongin bingung, “Ne?”

 

“Kenapa kau tidak memfotoku saat aku tampil? Tadi itu kharismaku terpancar tingkat maksimal!” protes Jongin.

 

“Maaf, Jongin.. aku—“

 

Kini ucapan Minhyun terpotong.

 

“Siapa dia?” tanya sang ‘pacar’ Minhyun, Baekhyun. “Untuk apa kau memfotonya? Apa dia begitu penting bagimu, Minhyun-ah?”

 

Jongin mengernyit bingung mendengarnya. Sedangkan Minhyun menepuk keningnya. Minhyun terlihat sangat frustasi. Jongin membulatkan bibirnya. Dia baru mengerti apa yang terjadi diantara mereka.

 

“Huo~ tenang saja. Aku teman klubnya. Kami ditugasi untuk memfoto setiap pertunjukkan di gedung seni. Kebetulan aku salah satu orang yang tampil tadi. Jadi Minhyun harus memfotoku,” jelas Jongin.

 

Baekhyun mengerjap, “Oh?”

 

“Ne~” timpal Minhyun lemas.

 

“Oh ya, kalian sedang apa disini?” tanya Jongin.

 

“Menurutmu apa?” balas Minhyun geram.

 

Jongin menyengir lebar. “Mian. Aku tidak bermaksud mengganggu. Aku.. aku pergi sekarang!”

 

Jongin segera berlari pergi. Dia kembali ke dalam gedung seni sebelum Sehun mengetahui bahwa timnya tidak mendokumentasikan pertunjukan di gedung seni. Matanya membulat saat melihat sosok yang ia tunggu sedari tadi.

 

“Aerin-ssi?”

 

Aerin hanya tersenyum tipis.

 

>>>

 

“Hana membantuku meyakinkan ummaku. Itu sebabnya aku bisa datang,” jawab Aerin sambil meneguk minumannya.

 

Saat itu adalah saat istirahat. Tidak ada acara di gedung seni karena sedang dibersihkan.

 

“Syukurlah..”

 

“Eh?”

 

“Eh, hm.. syukurlah kau diperbolehkan datang. Karena sepertinya Minhyun sedang ada masalah. Jadi aku hanya punya kau sekarang,” jelas Jongin.

 

Wajah Aerin memerah mendengarnya. Kalimat itu menggelitik kupu-kupu di perutnya sekarang.

 

>>>

 

Festival sekolah sukses digelar tahun itu. Klub photography merayakannya di sebuah café dekat sekolah karena mereka sudah bersusah payah hari itu. Walaupun tanpa ketua, wakil dan sekertaris kali itu, acara itu tetap menyenangkan. Entah apa yang membuat Sehun, Minhyun dan Sulli menghilang begitu saja hari itu sejak Baekhyun pingsan tiba-tiba.

 

Selesai makan, mereka bersenang-senang diluar café. Beberapa anggota sudah pulang. Tersisa sekitar 10 orang. Setelah puas, baru lah mereka menuju parkiran. Aerin menatap Jongin penuh harap. Dia berharap Jongin akan mengajaknya pulang bersama lagi. Tapi ajakan itu belum juga keluar.

 

“Kau pulang dengan siapa, Aerin-ah?” tanya Hana.

 

Aerin tersenyum tipis. Biasanya Jongin akan terpancing dengan pertanyaan ini. Dan benar saja, Jongin langsung menoleh saat mendengar pertanyaan itu.

 

“Mollayo,” jawab Aerin.

 

Kini Jongin berjalan ke arahnya. Harapan Aerin semakin besar.

 

“Kau pulang dengan Chaerin sunbae saja. Bersamaku,” kata Hana.

 

Langkah Jongin berbelok ke motornya. Setelah pamit, Jongin langsung menggas motornya pergi. Aerin menghela nafas kecewa. Sedangkan Hana mengernyit bingung. Tapi saat melihat Aerin melirik kepergian Jongin, dia mengerti.

 

“Ah, mian! Aku lupa!” panik Hana.

 

Aerin menggeleng. “Gwencana..”

 

>>>

 

Seperti biasa, Aerin turun di jalan yang biasanya. Kini bukan karena permintaannya. Tapi karena Chaerin tidak bisa mengantarkannya sampai rumah. Aerin mendesah pelan. Untuk ke berapa kalinya dia harus melewati jalanan sepi dan gelap itu sendiri. Tapi mungkin karena sudah terbiasa, dia mulai berani. Tapi sebuah klakson membuatnya melompat kaget.

 

“Umma!” teriaknya kaget.

 

Dia berbalik badan untuk melihat siapa yang mengklaksonnya. Seperti de javu, Jongin lah yang mengklasonnya. Aerin menelan air liurnya dan menatapnya tak percaya.

 

“Hei,” sapa Jongin pelan.

 

“Sunbae?” bingung Aerin.

 

“Aku dari rumah temanku sebentar. Lalu ku lihat kau. Jadi.. ayo ku antar sampai rumah! Tidak boleh menolak kali ini!” paksa Jongin.

 

Entah kenapa, kali ini Aerin menurut. Dia naik. Jantungnya kembali berdetak kencang seperti biasanya. Dia benci saat-saat seperti ini. Membuatnya susah bernafas saja!

 

“Sampai disini saja!” kata Aerin tiba-tiba di belokan terakhir ke rumahnya.

 

Jongin menggeram. “Tidak! Lurus atau belok?”

 

“Disini saja! Atau aku lompat!” ancam Aerin sambil bersiap untuk melompat.

 

Motor itu pun direm mendadak dan membuat Aerin reflek memeluk Jongin. Aerin langsung meruntuk dengan sejuta kata dipikirannya. Setelah berhasil mengontrol tubuhnya, dia turun dan langsung berlari pergi. Tapi Jongin mengejarnya.

 

“Bodoh! Kau belum mengucapkan terima kasih padaku!” omel Jongin.

 

“Eoh?” Aerin mengerjap. “G-gomawo..”

 

“Tidak cukup!”

 

“Eh?”

 

“Biarkan aku mengantarkanmu sampai rumahmu dulu. Aku yakin tanpa kau beritahu, aku pasti tahu rumahmu,” tekan Jongin.

 

Aerin menghela nafas lalu mengangguk. “Baiklah..”

 

Aerin kembali duduk di belakang.

 

Motor itu pun kembali berjalan. Dan tepat seperti apa yang dikatakan oleh Jongin, Jongin berhasil menebak rumah Aerin. Aerin terbelalak melihatnya. Dia turun dan menatap Jongin tak percaya. Sedangkan Jongin tersenyum lembut.

 

“Sekarang saatnya kau memenuhi janjimu,” kata Jongin.

 

Aerin kembali teringat akan perjanjian mereka. Dia mengangguk perlahan.

 

“Aku mau tahu.. apa kau mau menjadi pacarku atau tidak,” gumam Jongin pelan namun cukup untuk didengar oleh Aerin.

 

Aerin terbelalak. “S-sunbae..”

 

Jongin menggaruk kepalanya gemas. “Kau hanya tinggal menjawab ya atau tidak. Aku tidak memaksamu karena aku hanya memintamu menjawab ya atau tidak.”

 

“Sunbae, tapi..”

 

“Perlu ku beri waktu? Sehari? Dua hari? Seminggu? Sebulan? Oh tidak.. itu terlalu lama..” desah Jongin frustasi.

 

“Ne..”

 

“Eh?”

 

Aerin mendekatkan bibirnya ke telinga Jongin dan berbisik, “Aku mau..”

 

Jongin tersenyum malu lalu memeluk Aerin.

 

“Geundae, sunbae..” gumam Aerin ragu. “Jangan bilang siapa-siapa, ya? Aku tidak mau orangtuaku tahu lalu membunuhmu!”

 

Jongin terkekeh. “Baiklah. Sampai kapan?”

 

“Sampai aku lulus. Gwencanayo?”

 

“Gwencana..”

 

=== Wind on The Way ===

 

Gimana? Seru ga? Aneh ya? Kepanjangan ya? Lololol~~~

Bisa dibilang ff ini tuh ff curhatan saya >__< ssshh.. jangan bilang siapa-siapa ya! /plak/

Ga semuanya loh. Tapi sebagian besar itu terinspirasi dari kisah saya. Cuma.. cuma.. ga berakhir sebahagia Kai-Aerin ;___; si kakaknya tetep ga tau rumah saya sampai sekarang. Hikseu. Dia bahkan kayaknya ga inget soal perjanjian kita /nangis gegulingan/

Oke sip berhenti ngegalauin si kakak. Berhenti curcol. Saatnya yang baca untuk komen :3

 

6 responses to “[Oneshoot] Wind On The Way

  1. HAHAHAHAHAHAHAHAHA
    so sweet gimana gitu.. aduh gue juga ikutan mules(?) kalo romantis romantisan gini.. aw aw aw.. jadi lo di boncengin si kakak.. ecieeeeee OOT biarin..
    BTW Aerin is my western name.. hahahaha

Leave a reply to Sibungsu Ndak Baradiak Cancel reply